Sabtu, 27 Maret 2010

Anand Krishna - Surat Al-Fatihah bagi Orang Modern


SUATU hari para pemuka agama, para tokoh masyarakat menjatuhkan hukuman pada seorang wanita yang dianggap berzina, walaupun wanita itu sebetulnya pelacur. hukuman yang di jatuhkan kepadanya tidak main - main : rajam atau hukuman mati, dengan cara di lempari batu sampai ia menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Tidak hanya para pemuka agama dan tokoh masyarakat, tetapi anak - anak kecil----mereka yang tidak tahu "dosa" itu apa, "pelacuran" dan "zina" itu apa---- turut ambil bagian dalam aksi pembunuhan seorang wanita yang dianggap "tuna susila" oleh masyarakat yang menganggap dirinya "cukup susila".

Tubuh wanita itu sudah berlamuran darah, ia menjerit kesakitan. tiba - tiba dari salah satu sudut jalan tiba seorang pria---- kurus, tinggi, berjubah putih. ia mendekati wanita malang yang sedang di lempari batu itu. ia mengangkat wanita itu, memeluknya. mata-Nya merah, bibir-Nya gemetaran, namun suara-Nya berapi - api---- bagaikan suara petir di tengah hari.

"Kalian sedang melempari batu----kalian yang ingin membunuh wanita ini---- kenapa kalian ingin membunuh dia ? karena ia seorang pelacur ? karena melacurkan badannya ? apakah kalian lebih baik dari dia ? kalian telah melacurkan jiwa kalian, roh kalian. kalian semua munafik. adakah satu pun diantara kalian yang belum pernah melacurkan jiwanya, rohnya ? kalau ada biarkan dia yang melemparkan batu pertama. kalian semua kotor, tidak bersih. kalian tidak berhak menghukum wanita ini.

Kata orang, ia yang melindungi wanita malang itu adalah Nabi Isa

Senin, 22 Maret 2010

Bunga dan tembok - Widji Thukul ( 1987-1988 )


Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami tebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakina: engkau harus hancur!

Dalam keyakinan kami
Dimanapun – tirani harus tumbang!

“Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana” - Mustofa Bisri ( 1987 )


Kau ini bagaimana?
kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kafir

aku harus bagaimana?
kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai

kau ini bagaimana?
kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aq plin plan

aku harus bagaimana?
aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimbung kakiku
kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku

kau ini bagaimana?
kau suruh aku takwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya

aku harus bagaimana?
aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
aku kau suruh berdisiplin, kau mencontohkan yang lain

kau ini bagaimana?
kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilnya dengan pengeras suara tiap saat
kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai

aku harus bagaimana?
aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya

kau ini bagaimana?
kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah

aku harus bagaimana?
aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
aku kau suruh bertanggungjawab, kau sendiri terus berucap wallahu a’lam bissawab

kau ini bagaimana?
kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku

aku harus bagaimana?
aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah kupilih kau bertindak sendiri semaumu
kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu

kau ini bagaimana?
kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis

aku harus bagaimana?
kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja

kau ini bagaimana?
aku bilang terserah kau, kau tidak mau
aku bilang terserah kita, kau tak suka
aku bilang terserah aku, kau memakiku

kau ini bagaimana?
atau aku harus bagaimana?